-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Laporan PTPN II Terhadap Rokani Cs di Poldasu Masuk ke Tahap Penyidikan

Senin, 25 April 2022 | April 25, 2022 WIB Last Updated 2022-04-25T14:56:29Z
                Oleh: Januard Tarigan

Penasehat Hukum PTPN II Hasrul Benny Harahap. (Foto: Ist)


SINAR MEDAN | DELI SERDANG

PT Perkebunan Nusantara II (PTPN 2) melalui Kepala Bagian Hukum, Ganda Wiatmaja telah melaporkan Rokani cs ke Polda Sumatera Utara atas dugaan tindak pidana menggunakan surat palsu  sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUH Pidana jo Pasal 266 KUH Pidana dalam perkara perdata No 05/Pdt.G/2011/Pn-LP dengan objek perkara lahan Afdeling III, Kebun Tanjung Garbus beberapa waktu lalu.


Dugaan pemalsuan/penggunaan surat palsu yang dilakukan oleh Rokani cs terkait surat klaim Afdeling III Penara berupa SKTL (Surat Keterangan Tentang Pembagian Tanah Sawah dan Ladang) yang diterbitkan Tanggal 20 Desember 1953 juga data indentitas para Penggugat.
Setelah penyidik melakukan pemeriksaan saksi, ahli dan pengumpulan bukti-bukti.


Saat ini penyidik Poldasu telah meningkatkan status perkara laporan PTPN II tersebut ke tahap penyidikan. Dengan status penyidikan tersebut, tidak lama lagi diharapkan akan segera ditetapkan tersangka.


Kemudian, lahan Afdeling III Penara, kebun Tanjung Garbus, Kecamatan Tanjung Morawa seluas 533 Hektar sejak dilakukan nasionalisasi Tahun 1958 dikuasai dan kelola oleh Perusahaan Negara  Perkebunan (PNP) hingga saat ini oleh PTPN II dengan alas hak HGU yang telah dilakukan perpanjangan terakhir berdasarkan sesuai SK HGU No 62/Penara Tanggal 20 Juni 2003. 


"Kita sudah mengambil langkah-langkah hukum di antaranya mengajukan PK (Peninjauan Kembali), sesuai surat permohonan Nomor 4/2022 Tanggal 16 Maret 2022, karena adanya sejumlah kejanggalan dalam Putusan Mahkamah Agung RI," jelas Penasehat Hukum PTPN II Hasrul Benny Harahap, Minggu (24/4/2022) sore.


Menurut Penasehat Hukum PTPN II itu, strategi yang diterapkan pihak luar dalam upaya merebut aset negara (PTPN II- Red) itu tergolong cukup licik. 


Diawal para pelaku diduga merekayasa sejumlah berkas-berkas lama yang sangat diragukan keabsahannya sebagai dasar ajukan gugatan, menarik dan menghimpun orang untuk menjadi anggota yang ikut menggugat.


Untuk lebih meyakinkan perjunangannya, pelaku menggandeng organisasi petani   HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) untuk munculkan kesan seolah  ini perjuangan kaum petani.


"Padahal yang ada di balik itu diduga adalah oknum-oknum mafia tanah, yang selama ini mengobok-obok lahan HGU PTPN II yang berada di lokasi strategis," tambah Hasrul Benny Harahap.

Kuatnya upaya pihak luar untuk menguasai lahan HGU seluas 464 Hektar itu, diduga didalangi sejumlah oknum mafia tanah di Sumatera Utara. 


Sebab, posisi lahan tersebut saat ini sangat strategis sebagai daerah pengembangan kawasan Bandara Kualanamu. Padahal, di areal tersebut sudah ditanami kelapa sawit.


"Kita punya data lengkap secara hukum bahwa lahan tersebut HGU aktif, makanya kita heran bagaimana bisa keluar putusan yang memenangkan mereka di atas lahan HGU," ucap Hasrul Benny lagi.

Beberapa hari sebelumnya, pihak PTPN II menolak rencana Pengadilan Negeri Lubuk Pakam yang akan melakukan eksekusi dan pencocokan objek perkara (konstatering) dan memvalidasi atas lahan Afdeling III Penara, Kebun Tanjung Garbus. 

Disebutkan, objek perkara adalah tanah eks PTP IX namun anehnya, tanah yang akan dijadikan objek eksekusi adalah tanah eks PTP II/PNP II.  


Selain itu, PTPN II juga menilai bahwa surat-surat yang digunakan oleh penggugat di PN Lubukpakam tersebut  diduga palsu atau bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya.

"Afdeling III Penara diperoleh Negara Republik Indonesia dari Nasionalisasi Perusahaan Belanda berdasarkan Undang-Undang Nomor 86 Tahun 1958 jo Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1959. Dengan demikian tidak mungkin lahan Afdeling III Penara merupakan milik masyarakat," tutur Hasrul Benny Harahap. 

Benny juga menjelaskan, pihaknya telah membuat laporan atas dugaan tindak pidana pemalsuan surat atau menggunakan surat palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 KUHPidana di Polda Sumut. 

"Termasuk proses penyelidikan tindak pidana korupsi, di Pidsus Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dan perlawanan atas penetapan eksekusi (verzet)," tegas Benny.

(SM-Januard)
×
Berita Terbaru Update