-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Imbas Larangan Ekspor CPO, Harga TBS di Riau Rp 1.100/Kg

Selasa, 26 April 2022 | April 26, 2022 WIB Last Updated 2022-04-27T00:52:11Z

                  Oleh: Redaksi

Akibat Larangan Ekspor, TBS di Riau Turun Rp1.100/ Kilogram. (Foto: Ist)


SINAR MEDAN | RIAU

Kebijakan pemerintah melarang ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO), membuat harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit turun drastis. Di Provinsi Riau, harga TBS hanya Rp 1.100/Kg.


Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Gulat ME Manurung mengatakan, harga sawit terendah terjadi di Kalimantan yakni Rp 800/Kg. Sedangkan di Riau harga sawit Rp 1.100/Kg di tingkat petani.


"Sebelum diumumkannya larangan ekspor oleh bapak presiden, harga sawit rata-rata Rp 3.900/Kg lebih. Setelah diumumkan, dua hari berturut-turut harga jatuh sampai Rp 800/Kg," tegas Gulat Manurung, Selasa (26/4/2022).


Gulat menilai, ada permainan yang menjadi penyebab harga sawit di sejumlah daerah hancur. Sehingga, petani merugi sejak ada pengumuman larangan ekspor bahan baku dan minyak goreng.


"Ini ada pembangkangan, eksportir bilang akan dibeli murah karena tak bisa ekspor dan ini menyebabkan harga turun. Pabrik satu dan lainnya, bermainlah semua. Kalau di Riau harga pabrik itu Rp1.100-Rp 800 per Kilogram," kata Gulat.


Banyak petani sawit kecewa karena Menko Perekonomian, Mendag dan menteri terkait bungkam. Sehingga selama dua hari setelah diumumkan, harga TBS turun hingga tiga kali sehari.


"Harusnya, setelah ada pengumuman itu langsung ditindaklanjuti. Ini dibiarkan selama dua hari ya harga liar, kasihan petani, menjeritlah petani jadi korban. Ini mau lebaran, orang kredit mobil, kredit rumah, beli pupuk mahal tapi seperti dipermainkan kita," katanya.


"Kemenko harus bicara dengan menteri-menteri terkait, mereka kan sudah rakortas tapi tidak disampaikan, petani sawit minta Kemendag dicopot," tutur Gulat tegas.


Gulat menilai, hancurnya harga TBS petani dengan alasan CPO dilarang eksport hanya modus semata untuk menghancurkan petani sawit.


"Kita bicara fakta, jangan membodoh-bodohi petani sawit, kami sudah generasi kedua, kami bisa berhitung. Sekali lagi, kami tetap menuntut penjelasan dari tindaklanjut kebijakan Presiden Jokowi dari Kemenko Ekonomi dan Kementerian terkait lainnya," ujar Gulat.

(SM - Red)

×
Berita Terbaru Update